Langsung ke konten utama

Socmed Syndrome


Assalamualaikum sahabat seiman, sebangsa, dan senegara.
Udah lama banget ya aku gak nulis blog aku ini. Heheh ya Allah maafkan ya atas ketidakistiqomahan aku dalam menulis, padahal janjinya awal semester 3 mau rutin nulis minimal satu minggu satu tulisan, eh malah satu semester cuma 2 tulisan. Ya Allah aku masih kalah nih sama kemalasan aku.  Oke, teman-teman kali ini aku mau bahas satu tema yang sangat penting untuk dibahas. BAGI AKU. Iya bagi aku sih, tapi gak tau bagi kalian gimana. Aku bingung harus mulai dari mana yaa. Kita sebut saja sekarang ini kita sedang berada di era sosial media, semua orang sangat bergantung dengan sosial media, termasuk aku. Jadi melalui tulisan ini aku ingin menuangkan pikiran dan perasaanku terhadap fenomena sosial media saat ini. Tapi ini hanya berdasarkan sudut pandang dan pengalaman aku sendiri, so belum tentu yang aku sampaikan disini semuanya benar ya….
Pertama aku mau mengklarifikasi dulu nih, sebenarnya kata yang betul itu sosial media atau media sosial ya??? Hehehe. Gak penting deh, gak usah dijawab ya teman-teman. Pokoknya di tulisan selanjutnya untuk mempersingkat kata, waktu, dan tempat, maka aku akan menggunakan kata sosmed untuk sosial media, oke?
Sekarang ini bentuk sosial media banyak banget. Entah itu sosmed untuk chattingan, untuk check in location, untuk buat status, atau untuk upload foto. Setiap medsos berlomba-lomba untuk mengupgrade kualitasnya dalam hal apapun. Dulu pertama kali aku tau aplikasi sosmed yang bisa buat story sebagai status dalam kurun waktu 24 jam itu dari Snapchat, sekarang kita bisa buat snap atau story di Instagram, Whatsapp, Facebook, dan mungkin ada aplikasi lain yang bisa buat snap atau story lainnya. Dan contoh-contoh lainnya yang gak bisa aku jelasin satu-satu. Hehhehe. Jujur sih ya aku gak terlalu ngerti sama sosmed, yah aku cuma pake sosmed yang banyak orang pake aja. Aku aja baru tau kalo Facebook bisa  ngelive juga kayak di Instagram, dan setau aku aplikasi yang pertama bisa untuk ngelive itu adalah Bigo Live. Sebenarnya aku kudet tentang sosmed dan sok-sokan mau nulis tentang sosmed. Yah, sebenarnya pembahasan aku bukan tentang aplikasi-aplikasi somed apa aja yang keren, yang menarik, yang asik, ataupun yang lainnya. Tetapi aku mau membahas tentang bagaimana saat ini sosmed yang “KEREN” itu bisa menimbulkan penyakit hati yang akut. Wow! Ngeri ya langsung main penyakit hati.
Sadar gak sih kita (eh, aku maksudnya) kalo kita itu sekarang telah dan sangat terlena oleh sosmed, yang kenyataannya hanya sebuah media untuk bersosial. Tetapi sedihnya kita hanya bersosial lewat media bukan bersosial pada dunia nyata. Berapa banyak orang yang followersnya banyak, tapi dalam dunia nyata satu pun sahabat yang rela ada di sampingnya saat dia susah pun gak ada. Satu contoh nih ya, ada seseorang yang cantik dan lumayan banyak  followersnya. Foto-foto dia juga banyak yang bahagia sama teman-temannya yang rame. Tapi ada satu captionnya yang bikin sedih. Inti captionnya gini, “aku gak percaya sahabat itu ada, karena semua orang hanya aku anggap teman.” Jadi intinya, walaupun dia punya banyak teman, tapi gak ada satupun yang setia yang bakalan dia andalin untuk jadi sahabatnya.
Sosial media juga wadah seseorang untuk membuat citra diri yang baik. Semua hal dikemas dengan baik agar orang yang mengenal kita di sosmed, mengenal kita sebagai orang yang baik pula. Tapi di lain sisi, sosmed juga merupakan wadah untuk memberitahukan kepada dunia bahwa kita sedang bahagia saat ini, bahwa kita sudah mendapatkan ini, kita sudah mendapatkan itu, dan segala sesuatu yang ujung-ujungnya menimbulkan penyakit hati dari orang yang melihatnya.
Saat ini, sebentar-bentar orang buat snapgram untuk memberitahukan bahwa dia sedang melakukan apa. Jujur, aku masih melakukan ini dan aku sadar bahwa sebenarnya aku kehilangan momen yang sebenarnya. Terkadang yang sampe lucunya, eh bukan, sedihnya saat dua orang yang sudah lama gak ketemu, akhirnya bertemu, dan saat bertemu dua-duanya menjerit “aaaah akhirnya jumpa juga, kangen tauuu…” sambil pegang hp lagi buat snapgram. Coba deh dipikir-pikir, kita gak pernah bertemu dengan teman kita, sekalinya kita ketemu dengan teman kita, kita malah sibuk buat snapgram seolah-olah ada orang diluar sana yang lebih penting untuk tau “aku ketemu temen lama aku lho” dibandingkan teman kita yang seharusnya kita ngobrol bareng dan tertawa bareng sama dia tanpa harus dipublikasikan.
Aku masih sering buat snapgram tetapi hatiku tersentil saat membaca postingan temanku yang berisi “Saat kamu tidak mempublikasikan kegiatan kamu, saat itulah kamu sedang menikmati momen.” Kalo dipikir-pikir kata-katanya betul juga ya, jika kita tidak membuat snapgram atau story saat dengan teman-teman, itu berarti kita menikmati momen dengan teman kita. Aku pernah membuat snapgram temanku yang sedang bercerita, ceritanya memang lucu, tetapi setelah aku membuat snapgram, aku jadi gak fokus dengan apa yang dibicarakan. Jadi aku seperti tidak menghargai temanku bercerita dan aku akui kalau itu adalah salah.
Betul gak sih kata-kata “Kepribadianmu bisa dilihat dari sosmedmu” walaupun kalian bakalan bilang gak betul. Aku akan tetap bilang IYA, walaupun gak sepenuhnya sosmed itu menunjukkan kepribadian kita sih. Tapi seenggaknya dari sosmed, orang yang benci dengan kita bisa tau tentang kita, orang yang suka dengan kita bisa tau tentang kita. Ya kan? Makanya jangan mudah menampakkan dirimu yang sebenarnya di sosmed, gak semua orang yang di sosmed adalah orang yang baik dan senang dengan kita. Dan juga gak semua yang kita pikirkan sama dengan apa yang orang pikirkan. Baru-baru ini ada seorang selebgram yang menikah dengan seorang hafidz, yang katanya ingin bercerai. Aku gak tau isu ini benar atau enggak, tetapi yang disayangkan si cewek ini terlalu mengumbar urusan rumah tangganya di sosmed, jadi semua orang bisa tau apa yang terjadi sama rumah tangganya. Contoh aja orang terdekatku yang sering buat status yang sepatutnya gak dia publikasikan ke orang banyak. Kalau dia lagi marah sama orangtuanya dia buat status, kalo dia lagi jalan sama pacarnya dia buat status, dan contoh lainnya lagi. Sebenarnya hal itu sangat disayangkan. Gimana dia bisa jelekin orang tuanya di sosmed, yang orang tuanya gak tau kalo anaknya nulis itu, karena orang tuanya gak ngerti soal sosmed. Lain hal lagi dengan orang yang ngumbar kemesraannya saat pacaran, kalo udah nikah mah gak masalah, kan udah halal. Lah ini, bukan siapa-siapa juga, posting foto yang romantis dan bahkan di luar batas yang tidak sepantasnya dilakukan oleh orang yang belum ada ikatan yang sah. Pernah nih ya seseorang yang aku kenal, dia selalu memposting foto dengan pacarnya dengan foto-foto yang romantis. Semua teman-temannya memberikan komentar, cemburu, envy, best couple ever, dan hal-hal lainnya yang menyatakan bahwa teman-temannya mendukung dengan hubungan mereka. Tetapi setelah mereka putus seseorang tersebut langsung menghapus foto dari jaman hingga akhir, gak ada yang tersisa. Padahal kan sayang kalo ada foto yang bagus momennya ikutan dihapus, padahal niatan hapus semua foto itu, biar mudah hapus foto sama mantannya. Kan gak mungkin hapus satu-satu, fotonya terlalu banyak cuy, kagak sanggup ni jempol hapus satu-satu. Lagian nih ya, kesel sama si mantan udah terlalu besar, jadi gak mungkin hapus fotonya berepisode, sehari hapus lima foto. Keburu malu, dikirain gagal move on dari si mantan, karena belum hapus fotonya. Dan apa kabar dengan teman-temannya yang memberikan komentar cemburu kepada mereka? Ya udah pasti jangan ditanya lagi pasti mereka senang dan berkata “tulah akibat pacaran terlalu diumbar”, “sok romantis, akhirnya putus juga kan”, “dia kira, dia aja yang punya pacar? Kita juga, tapi gak sealay itu” dan komentar lainnya yang enggak dibilang langsung di depan kita.
Penyakit hati yang sering muncul di sosmed adalah di saat sosmed menjadi ajang untuk memberitahukan pada semua orang bahwa kita bahagia. Memang benar, Rasulullah SAW aja bilang kalau ada berita bahagia maka sebarkanlah, tapi pada yakin kalo orang yang menerima berita bahagia itu juga ikut bahagia? Siapa yang bisa ngatur pikiran orang selain orang itu sendiri? Contohnya nih, ada seseorang yang cerita gini “eh dia kan gak pernah posting foto sama suaminya, masak udah  nikah gak ada posting foto suaminya, cuma satu fotonya, itupun foto pas nikah aja, yang lain gak ada. Kadang dia gak bahagia, makanya foto sama suaminya gak ada.” Astaghfirullah, kita harus jauh-jauh yaa dari sifat seperti ini. Kita harus tabayyun mencari kebenarannya terlebih dahulu. Mungkin dia gak mau memposting foto dengan suaminya takut terlalu romantis, nanti para jomblo sedih deh hehheh. Kan niatnya bagus biar gak bikin baper para jomblo. Atau mungkin kebahagiaan dia dengan suaminya udah cukup sempurna jadi gak perlu dipublikasikan kalo dia itu bahagia. Pernah gak sih denger kata-kata orang yang bahagia di sosmed belum tentu kenyataannya bahagia? Contohnya gini, ada sepasang kekasih (pacaran, belum halal) yang aktif posting foto bahagia berdua dengan caption “aku gak mau kehilangan kamu, kamu satu-satunya dihatiku.” Kenyataannya mereka sering berantam di dunia nyata. Mereka hanya membuat citra kalau hubungan mereka itu bahagia. Seperti istilahnya orang yang terlalu sering tertawa justru adalah orang yang sedang bersedih. Jadi belum tentu apa yang terlihat adalah apa yang tersirat.
Lain hal lagi dengan orang yang berprestasi, kaya, hidupnya bahagia, dan hal lainnya. Orang yang melihat pasti ada terbesit kufur nikmat kepada Allah. Kita gak bersyukur dengan melihat keadaan orang yang lebih daripada kita. Kita pasti beripikir “ih enak ya hidupnya mulus, kayaknya gak ada masalah.” Kita hanya tidak tahu saja mungkin masalah dia lebih besar, tetapi dia tidak mepublikasikannya ke sosmed. Sedangkan hal yang dipublikasikannya adalah hal-hal yang bahagia saja.
Aku pernah baca sebuah postingan yang keren mengenai seseorang yang menghapus akun ignya. Dia merasa aman, tenang, dan damai. Wah lebay banget ya kata-katanya. Hehheh emang itu kenyataannya. Dia merasa lebih menikmati hidupnya dengan tidak bergantung pada sosmed. Karena apa? Karena kalau kita bergantung pada sosmed dan asyik terbuai melihat kehidupan orang lain yang jauh lebih daripada kita, maka akan timbul penyakit hati. Kita akan membicarakan orang tersebut dari apa yang sudah dia posting. “eh kemarin kan dia pergi sama pacarnya ke sini”, “pacarnya jelek ya, kok dia mau ya”, “eh dia lagi liburan ke luar negeri”. Dan hal-hal lainnya yang sibuk membicarakan orang lain. Orang lain makin senang kita malah tambah dosa.
Selain itu, orang juga dapat melihat kita dari status kita. Seperti dulu aku pernah ngepost kata-kata islami tentang cinta gitu di status whatsapp terus yang tak disangka besoknya teman aku bilang langsung “si Ayu lagi kasmaran dia, statusnya cinta terus.” What??? Hah??? Ya Allah aku nyesel senyesel-nyeselnya ternyata temen aku seperhatian itu. Keesokannya aku usahakan untuk tobat, untuk gak buat status yang aneh lagi. Padahal nih ya, niatannya cuma untuk share doank, tapi malah dikirain aku yang lagi kasmaran, walaupun emang betul sih hehehe. Akhirnya aku memutuskan untuk mau membuat status yang bermanfaat dengan share kutipan-kutipan islami atau yang keren. Eh malah timbul komentar gini “ngapain sih share kayak gitu? Mau dikira alim?” Ya Allah aku kudu piye coba? Tapi untuk yang satu ini aku sangat-sangat tidak setuju. Karena bagi aku saat kita tidak bisa membuat sosmed kita sebagai ladang amal, setidaknya kita tidak menambah dosa kita dari sosmed. Alhamdulillah banyak teman-temanku yang baru hijrah dan mereka sering sekali ngepost di story WA atau snapgram tulisan-tulisan islami yang kadang sedikit mencolek hatiku. Dan aku malah lebih bersyukur melihat story teman-temanku yang menyebar kebaikan. Jadi aku juga ingin seperti itu, mungkin dari tulisan orang yang aku sebar, orang yang melihatnya sedikit tersentuh dan mendapat hidayah dari Allah. Kita gak tau hidayah itu datang dari mana. Contoh lain lagi, maaf ya kebanyakan contoh, kan aku udah bilang ini berdasarkan pengalaman pribadi, jadi kebanyakan contohnya. Temanku ada yang membuat Instagram untuk posting kata-kata islami. Terus dia sempat posting tentang gak baiknya pacaran dan ada seseorang yang mendapat teguran dari Allah melalui postingan temanku ini. Dia putusin pacarnya setelah membaca postingan temanku tadi. Masya Allah sekali kan. Hebatnya temanku bisa menjadi contoh bagi orang lain. Ohya, seseorang yang berkata apa aku mau disangka sok alim? Dia berkata seperti itu, karena temannya juga sering meposting seperti itu, tapi kenyatannya sangat bertolak belakang dengan yang dia posting, jadi istilahnya seperti orang yang munafik. Insha Allah dan alhamdulillah teman-temanku tidak seperti itu, niat mereka baik dan mereka memang sedang berusaha hijrah di jalan Allah.
Satu hal lagi yang membuatku ingin menulis tentang fenomena sosmed ini adalah status WA temanku yang menulis bahwa “Saya tahu ini alay, ini status saya terakhir, memang bukan semua orang yang buat status alay.” Intinya gitu deh. Terus aku komen “memang alay, heheheh.” Yah terkadang kita memang sering buat status dengan tujuan agar orang lain mengerti apa yang kita rasakan. Secara tidak langsung kita merasa kesepian dan ingin orang lain memahami perasaan kita. Jujur aku memang masih sering melakukan ini dan berusaha untuk menguranginya sedikit demi sedikit. Temanku ada yang tidak mempunyai Instagram, dan ada juga yang baru menghapus akun instagramnya. Dia bilang gini. “makanya Yu, kalo bikin status tu minimal gak usah di ig, di WA aja udah cukup. Karena kan di WA kawan dekat kita aja, bukan orang yang gak kenal.”
Yah sekarang masih sering sih buat-buat snapgram atau story, tapi sebisa mungkin kalo buat story kurangi caption alaynya dan hal-hal yang gak penting lainnya.
Well, sekian ungkapan belepotan aku yang masih abstrak dari aku yang masih sangat-sangat miskin ilmu. Aku nulis ini karena aku yang merasakannya dan aku gak mau orang lain merasakannya. Oh ya, ngomong-ngomong kalo bicara kealayan, aku memang masih alay. Kalo kalian liat postingan aku sebelumnya, mungkin ada cerita galau tentang cowok, awalnya aku sempat kepikiran untuk hapus postingan itu, tapi gak jadi karena aku pikir itu adalah bukti bahwa sedikit demi sedikit aku berusaha untuk berubah. Dan biarkan cerita itu menjadi bumbu lucu dalam blog aku ini. Walaupun nih ya, gara-gara postingan itu aku sempat jadi artis yang sering digosipin teman sendiri di sekolah. “si Ayu ngapain postingin cerita dia ke blog dia tentang cowok itu.” Helloww ini blog aku kan ya? Jadi kenapa kalian yang pusing kalo aku ceritain cowok itu? Lagian aku juga udah sangat menyamarkan identitas cowok itu. Kalian aja sih yang terlalu sensitif dengan hal tentang aku. Hahhaha.
Ya, jadi awal aku nulis blog ini memang niatan untuk berbagi cerita dan pendapat aku. Karena jujur saat aku baca blog orang lain, aku lebih tertarik baca cerita pengalamannya ketimbang baca blog-blog ilmiah. Mwehehehe maaf ya soal kemalasan aku ini. Apakah kalian merasakan hal yang sama dengan aku?
Karena mungkin dari blog cerita pribadi seseorang kita bisa tau pengalaman dia, oh ternyata dia seperti ini, oh ternyata dia orangnya kocak juga yaa walaupun aslinya kayak robot. Kita lebih mengenal seseorang dari tulisannya, dari blognya. Selain itu, aku juga mau menulis tentang diriku sendiri, pengalamanku, pikiranku, agar orang lain tau kalau aku pernah ada di dunia ini. Jadi sejauh ini blog bukanlah hal yang sama seperti sosmed yang lainnya. Blog itu berbeda, iya berbeda, berbeda kaya kamu. Kan kumat deh alaynya. Maaf ya maaf. So, intinya lakukan apapun yang menurut kami baik dan jangan terlalu pikirkan apa yang orang lain bicarakan tentang kita, karena kita hidup bukan untuk membahagiakan orang lain.
Oke bye. Assalamualaikum.
~ASR

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dulu, Aku Juga Menginginkan Itu

Assalamualaikum, teman-teman onlineku. Aku hadir kembali dengan tulisanku yang masih terus berproses. Di tulisan ini aku ingin membahas tentang cinta, namun lebih terkhusus lagi tentang bagaimana perasaanku terhadap lawan jenis. Di beberapa tulisanku sebelumnya aku pernah membahas tentang cinta. Aku bingung mulai dari mana hahaha. Alhamdulillah aku seorang gadis yang normal, yang diberikan anugerah untuk juga dapat merasakan bagaimana itu cinta, aku juga memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis dan hal lainnya. Dulu sewaktu SD, aku polos sekali, aku pernah suka dengan teman kelasku sendiri, aku juga pernah suka dengan teman ngajiku hahaha, sekarang kalau aku membayangkan hal itu rasanya bodoh sekali aku, kenapa ya aku bisa suka sama mereka, yah namanya juga anak-anak baru puber. Abang letingku di SD juga pernah menyatakan perasaannya kepadaku, melalui teman perempuannya yang sudah pasti kakak lettingku, mereka berkata seperti ini “Dek, Si Aan (nama samaran) suka sama adek, mau g

Milikku memang Untukku

Assalamualaikum pembaca blogku Kali ini aku mau ceritain pengalaman aku tentang “TAKDIR”, tentang bagaimana Allah bisa seromantis itu sama aku, memberikan sesuatu ke aku dengan cara yang sama sekali gak pernah terlintas di pikiranku, yang buat aku terharu dan sangat merasa bersyukur. Sebelumnya, aku nulis ini sama sekali gak ada maksud untuk sombong, karena emang udah lama banget pengen nulis cerita ini, tapi karena banyak mikirnya, makanya gak jadi-jadi tulisannya. Mungkin yang aku dapat gak ada apa-apanya dibandingkan dengan orang lain yang luar biasa pencapaiannya, jadi ya apanya yang mau disombongin kan? Hehehe. Lanjut aja ke ceritanya, jadi aku akan ceritain tentang gimana aku bisa dapatin suatu beasiswa yang padahal “nyaris” gak dapat, qadarullah Alhamdulillah dapat juga hehehe. Dulu, waktu pertama kali aku pindah ke Banda Aceh, Alhamdulillah aku dapat beasiswa. Aku ingat banget, aku dipanggil ke ruang guru untuk dikasih uang beasiswanya, Alhamdulillah saat itu aku dap

Obat

  Ini adalah salah satu obat bagiku. Apa itu? Menulis. Menulis adalah kegiatan yang aku senangi sejak kecil. Menjelaskan segala perasaanku lewat kata-kata, yang awalnya berantakan, setidaknya sedikit menjadi rapi lewat tulisan dalam paragraf. Pikiranku sering berkecamuk sendiri, berantam, terlalu banyak hal tidak penting yang kupikirkan. Terlalu banyak ketakutan yang kubayangkan, aku menyerah, kini kuambil obatku lalu kukonsumsi ia. Saat menulis ini, aku tidak tau harus menulis apa, aku hanya ingin berkata-kata, di saat tidak ada seseorang yang bisa menjadi tempat untuk kusampaikan perasaanku. Aku menulis. Ke depannya, akan banyak cerita yang kusampaikan, aku ingin melawan segala ketakutanku yang tidak jelas. Aku ingin menjadi sesosok “Ayu” yang baru, Ayu yang berani, siap ya Yu.